Apa Syarat-syarat dan maksud Dikatakan sebagai ahli Jum'at
![]() |
Islamic Center Lhokseumawe, Foto by: SkyscraperCity.com |
Dibawah ini adalah syarat-syarat dan maksud ahli Jum'at?
assalamualaikum, wr.wb.
assalamualaikum, wr.wb.
Jika ditanyai orang :
1. syarat-syarat seseorang dikatakan ahli jum,at bagaimana?
2. Didalam satu jamaah shalat jum'at kita misalkan jlh jamaah 40 orang tdk lebih dan tidak kurang, pertanyaan : apakah ke 40 org trsbt dikatakan ahli jum'at? bagaimana kita ketahui
3.Jika didalam 40 jama'ah, salah satunya bukan digolongkan kedalam ahli jum'at, apakah shalat jum'atnya sah?
Jawaban :
BACA: Rajin Shalat Sunnah Malah meninggalkan yang Sunnah?
2. Didalam satu jamaah shalat jum'at kita misalkan jlh jamaah 40 orang tdk lebih dan tidak kurang, pertanyaan : apakah ke 40 org trsbt dikatakan ahli jum'at? bagaimana kita ketahui
3.Jika didalam 40 jama'ah, salah satunya bukan digolongkan kedalam ahli jum'at, apakah shalat jum'atnya sah?
Jawaban :
BACA: Rajin Shalat Sunnah Malah meninggalkan yang Sunnah?
Untuk pertanyaan pertama
Yang dimaksud dengan ahli Jum’at adalah orang-orang yang kehadirannya menjadi syarat sahnya Jum’at. Adapun orang tersebut sebagaimana dijelaskan dalam Minhaj al-Thalibin, karangan Imam al-Nawawi, antara lain :
1. Adanya ahli Jum’at empat puluh orang
2. Empat puluh orang itu mukallaf, merdeka dan laki-laki
Yang dimaksud dengan ahli Jum’at adalah orang-orang yang kehadirannya menjadi syarat sahnya Jum’at. Adapun orang tersebut sebagaimana dijelaskan dalam Minhaj al-Thalibin, karangan Imam al-Nawawi, antara lain :
1. Adanya ahli Jum’at empat puluh orang
2. Empat puluh orang itu mukallaf, merdeka dan laki-laki
3. Empat puluh orang tersebut bersifat mustauthin (menetap disuatu tempat tanpa ada cita-cita untuk berpindah, baik musim panas maupun musim dingin kecuali karena hajad).[1]
Orang-orang muqim (orang-orang menetap dalam suatu negeri, tetapi tidak termasuk dalam katagori mustauthin) meskipun tidak termasuk dalam ahli Jum’at tetap wajib hadir melaksanakan Jum’at, karena orang-orang muqim termasuk dalam umum mukallaf yang wajib melaksanakan Jum’at.
Ad.1. Dalilnya sudah kami uraikan dalam tulisan kami dalam blog ini dengan judul “Bilangan Ahli Jum’at” dengan label “Shalat”
Ad.2. karena ada hadits :
الجمعة حق واجب على كل مسلم في جماعة إلا أربعة عبد أو امرأة أو صبي أو مريض
Artinya : Jum’at wajib atas setiap muslim secara berjama’ah kecuali empat orang ; hamba sahaya, perempuan, anak-anak dan orang sakit. (H.R. Abu Daud dan al-Hakim)
Ibnu Hajar al-Asqalany mengatakan :
“Telah dishahihkan hadits ini oleh bukan hanya satu orang.”[2]
من كَانَ يُؤمن بِاللَّه وَالْيَوْم الآخر فَعَلَيهِ الْجُمُعَة إِلَّا امْرَأَة أَو مُسَافر أَو عبد أَو مَرِيض
Artinya : Barangsiapa yang beriman dengan Allah dan hari akhir, maka wajib Jum’at atasnya kecuali perempuan, musafir, hamba sahaya dan orang sakit (H.R. Darulquthni dan Baihaqi)
Berkata Ibnu Mulaqqan : “Isnad ini dha’if”[3]
Orang sakit masuk dalam ahli Jum’at dengan sebab kehadirannya, karena alasan tidak wajib Jum’at orang sakit adalah takhfif (untuk meringankan).[4]
Ad.3. Karena Nabi SAW tidak melaksanakan shalat Jum’at pada ketika melakukan haji wida’, sedangkan beliau saat itu meniatkan bermukim beberapa hari. Hal ini dikarenakan beliau tidak mustauthin.[5]
Jawaban untuk pertanyaan kedua :
Diketahui empat puluh orang yang pergi shalat Jum’at merupakan ahli Jum’at dengan syarat-syaratnya, tentunya dengan keyakinan atau dhan (dugaan) kita yang ianya dihasilkan dengan adanya informasi, tanda-tanda atau keadaan-keadan lain yang menunjukinya.
Sponsored
Jawaban untuk pertanyaan ketiga :
Apabila ahli Jum’at kurang dari empat puluh orang, atau yang empat puluh orang tersebut, salah satunya tidak memenuhi kriteria ahli Jum’at, maka Jum’atnya tidak sah. Pada ketika itu wajib shalat dhuhur sebagai ganti shalat Jum’at.
____________
[1] Al-Nawawi, Minhaj al-Thalibin, ducetak pada Hamisy Qalyubi wa Umairah, Darul Ihya al-Kutub al-Arabiyah, Indonesia, Juz. I, Hal. 274
[2] Ibnu Hajar al-Asqalany, Talkhis al-Habir fi Takhrij Ahadits al-Rafi’I al-Kabir, Maktabah Syamilah, Juz. II, Hal. 160
[3] Ibnu Mulaqqan, Badrul Munir, Maktabah Syamilah, Juz. IV, Hal. 641-642
[4] Jalaluddin al-Mahalli, Syarah al-Mahalli ‘ala Minhaj al-Thalibin, Darul Ihya al-Kutub al-Arabiyah, Indonesia, Juz. I, Hal. 274-275
[5] Jalaluddin al-Mahalli, Syarah al-Mahalli ‘ala Minhaj al-Thalibin, Darul Ihya al-Kutub al-Arabiyah, Indonesia, Juz. I, Hal. 274.
Tentang Hukum Menyalami Orang Kafir
Ad.1. Dalilnya sudah kami uraikan dalam tulisan kami dalam blog ini dengan judul “Bilangan Ahli Jum’at” dengan label “Shalat”
Ad.2. karena ada hadits :
الجمعة حق واجب على كل مسلم في جماعة إلا أربعة عبد أو امرأة أو صبي أو مريض
Artinya : Jum’at wajib atas setiap muslim secara berjama’ah kecuali empat orang ; hamba sahaya, perempuan, anak-anak dan orang sakit. (H.R. Abu Daud dan al-Hakim)
Ibnu Hajar al-Asqalany mengatakan :
“Telah dishahihkan hadits ini oleh bukan hanya satu orang.”[2]
من كَانَ يُؤمن بِاللَّه وَالْيَوْم الآخر فَعَلَيهِ الْجُمُعَة إِلَّا امْرَأَة أَو مُسَافر أَو عبد أَو مَرِيض
Artinya : Barangsiapa yang beriman dengan Allah dan hari akhir, maka wajib Jum’at atasnya kecuali perempuan, musafir, hamba sahaya dan orang sakit (H.R. Darulquthni dan Baihaqi)
Berkata Ibnu Mulaqqan : “Isnad ini dha’if”[3]
Orang sakit masuk dalam ahli Jum’at dengan sebab kehadirannya, karena alasan tidak wajib Jum’at orang sakit adalah takhfif (untuk meringankan).[4]
Ad.3. Karena Nabi SAW tidak melaksanakan shalat Jum’at pada ketika melakukan haji wida’, sedangkan beliau saat itu meniatkan bermukim beberapa hari. Hal ini dikarenakan beliau tidak mustauthin.[5]
Jawaban untuk pertanyaan kedua :
Diketahui empat puluh orang yang pergi shalat Jum’at merupakan ahli Jum’at dengan syarat-syaratnya, tentunya dengan keyakinan atau dhan (dugaan) kita yang ianya dihasilkan dengan adanya informasi, tanda-tanda atau keadaan-keadan lain yang menunjukinya.
Sponsored
Jawaban untuk pertanyaan ketiga :
Apabila ahli Jum’at kurang dari empat puluh orang, atau yang empat puluh orang tersebut, salah satunya tidak memenuhi kriteria ahli Jum’at, maka Jum’atnya tidak sah. Pada ketika itu wajib shalat dhuhur sebagai ganti shalat Jum’at.
____________
[1] Al-Nawawi, Minhaj al-Thalibin, ducetak pada Hamisy Qalyubi wa Umairah, Darul Ihya al-Kutub al-Arabiyah, Indonesia, Juz. I, Hal. 274
[2] Ibnu Hajar al-Asqalany, Talkhis al-Habir fi Takhrij Ahadits al-Rafi’I al-Kabir, Maktabah Syamilah, Juz. II, Hal. 160
[3] Ibnu Mulaqqan, Badrul Munir, Maktabah Syamilah, Juz. IV, Hal. 641-642
[4] Jalaluddin al-Mahalli, Syarah al-Mahalli ‘ala Minhaj al-Thalibin, Darul Ihya al-Kutub al-Arabiyah, Indonesia, Juz. I, Hal. 274-275
[5] Jalaluddin al-Mahalli, Syarah al-Mahalli ‘ala Minhaj al-Thalibin, Darul Ihya al-Kutub al-Arabiyah, Indonesia, Juz. I, Hal. 274.
sumber:kitab-kuneng.blogspot.co.id
EmoticonEmoticon