Selasa, 07 Maret 2017

KEK Arun Lhokseumawe - Bahagia bercampur “sedih”

Tags

Mampukah KEK Menghapus TRAUMA masa lalu?

Foto by: goaceh.co

HABA - Mengutip serambinews.com. Dengan terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 5 Tahun 2017 tentang Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Arun Lhokseumawe pada 17 Februari 2017, maka tersebutlah cakupan kawasan yang akan menjadi wilayah ekonomi khusus, yaitu Kompleks Kilang Arun, Kecamatan Dewantara dan Desa Jamuan (lokasi Pabrik PT KKA). Menyikapi lahirnya PP tersebut, tentu ada perasaan bahagia bercampur “sedih” bagi masyarakat yang berada di kawasan tersebut khususnya dan masyarakat Aceh pada umumnya.

Kondisi psikologis tersebut muncul bukan tanpa alasan, maklum saja masyarakat Aceh sudah seringkali kecewa dengan mekanisme pengelolaannya baik dari pemerintah pusat maupun Pemerintah Aceh yang alih-alih berupaya menyejahterakan masyarakat, namun ketimpangan ekonomi dan kemiskinan semakin tak tertanggulangi. Banyak contoh sudah, di mana berdiri proyek raksasa di negeri ini, akan tetapi masyarakat di sekitar proyek tersebut tidak merasakan manfaat yang signifikan. Sebut saja misalnya dalam hal perekrutan tenaga kerja, harusnya ada perhatian khusus untuk putra daerah Aceh.

Melalui tulisan singkat ini sebenarnya ingin melihat secara objektif terkait pengembangan KEK Arun Lhokseumawe, apakah pengembangan kawasan tersebut berimplikasi terhadap peningkatan ekonomi masyarakat atau sebaliknya. Menelisik pengalaman sejarah tentang masa kejayaan PT Arun dan berbagai perusahaan-perusahan yang ada di kawasan tersebut, ternyata sampai hari ini kita melihat masih banyak warga masyarakat di kawasan tersebut masih berjuang dari kemelut kemiskinannya. Esensinya adalah keadilan ekonomi bagi masyarakat Aceh. Tentu kita tidak ingin sejarah kelam suatu kawasan yang dulunya mendapat julukan “kota petrodollar” terulang kembali.


Dukungan gubernur
 
Fakta lain, yang mestinya menjadi pengalaman adalah berkaitan dengan pengelolaan Pelabuhan bebas (Freeport) Sabang, semua aturan hukum sudah jelas mengatur sebagai legalitas dalam pelaksanaannya, bahkan anggaran-pun tersedia, akan tetapi hasilnya bukan peningkatan ekonomi dan peningkatan investasi dalam melayani dunia usaha yang terjadi, malah sebaliknya yang berkembang adalah korupsinya, seperti dikemukakan T Irwan Djohan kepada Serambi Indonesia. Tentu praktik ini tidak bisa dibiarkan dan berurat-akar terus-menerus di Aceh. Untuk itu peran Pemerintah Aceh dalam hal ini gubernur harus tepat dan cepat sebagai bentuk keberpihakan kepada masyarakat.
Perihal pembentukan Badan Usaha Pengembangan dan Pengelolaan KEK Arun Lhokseumawe sebagaimana diamanatkan PP tersebut harus segera dilakukan, maka langkah cepat Gubernur Aceh ditunggu publik. Kita berharap jangan sampai setelah terbitnya aturan tersebut muncul polemik baru lagi. Yang perlu dipikirkan adalah bagaimana mekanisme pengelolaannya secara profesional, bertangggung jawab dan berpihak pada kepentingan dan kemakmuran rakyat Aceh. Sudah saatnya potensi dan kekayaan alam Aceh dikelola secara tepat, benar, keberpihakan kepada rakyat dan terbebas dari konflik kepentingan serta penyalahgunaan kekuasaan.

Mengingat masa kepemimpinan Gubernur Aceh saat ini yang tinggal beberapa bulan lagi, maka percepatan konsolidasi dengan berbagai stakeholders terkait sangat diperlukan. Jika tidak, maka akan sulit merealisasikan aturan tersebut dalam kurun waktu tiga bulan. Andaikata pembentukan badan usaha pengelolaan dan pengembangan KEK Arun Lhokseumawe tidak tercapai, maka tugas pertama Gubernur Aceh baru yang terpilih nantinya harus melihat bahwa pembentukan ini sebagai peluang emas untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat Aceh. Harus diakui bahwa kehadiran PP tersebut setidaknya membawa angin segar atas perhatian pemerintah pusat terhadap Aceh.

Sejatinya memang, aturan tersebut sebagaimana yang sudah tertuang dalam PP harus disokong dan didukung penuh seandainya bermanfaat bagi Aceh dan rakyat Aceh. Seyogiyanya pengelolaan kawasan tersebut harusnya mampu memakmurkan segala sektor perekonomian masyarakat dan pembangunan Aceh kedepan. Dalam pelaksanaan otonomi khusus Pemerintah pusat telah memberikan landasan berpijak melalui UU No.11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, sekarang tinggal bagaimana eliet-elite Pemerintah Aceh melakukan penguatan dan kerja nyata terhadap kewenangan-kewenangan yang telah diberikan oleh pemerintah pusat. Bukan sebaliknya, menimbulkan tensi kegaduhan baru dan rakyat menjadi korban.

Kunci kemakmuran
Imbas dari Usaha Pengembangan dan Pengelolaan KEK Lhokseumawe diharapkan berdampak bergairahnya sektor riil dan menciptakan lapangan kerja. Maka untuk menata kunci kemakmuran serta kesejahteraan masyarakat Aceh adalah angka korupsi harus ditekan serta keserakahan ekonomi.Meningkatnya kredibilitas kepemimpinan sangat ditentukan oleh bagaimana pemimpin tersebut mampu memberikan keadilan, kesejahteraan dan kemakmuran. Perlu diingat bahwa Pasal 33 ayat (3) menyebutkan “bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.

Jika melihat Pasal 27 UU No.11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial, dikatakan bahwa pemerintah daerah turut ambil bagian dan bertanggung jawab dalam upaya pengentasan kemiskinan, dilanjutkan Pasal 20 yang menyebutkan bahwa penanggulangan kemiskinan ditujukan untuk: a). Untuk meningkatkan kapasitas dan mengembangkan kemampuan dasar serta kemampuan berusaha masyarakat miskin; b). Memperkuat peran masyarakat miskin dalam pemgambilan kebijakan publik yang menjamin penghargaan, perlindungan dan pemenuhan hak-hak dasar; c). Mewujudkan kondisi dan lingkungan ekonomi, politik dan sosial yang memungkinkan masyarakat miskin dapat memperoleh kesempatan seluas-luasnya dalam pemenuhan hak-hak dasar dan peningkatan taraf hidup secara berkelanjutan; dan memberikan rasa aman bagi kelompok masyarakat miskin dan rentan.

 Sponsored

Harusnya dengan semangat status otonomi khusus dan berbagai kebijakan strategis lainnya yang sudah ada di Aceh serta yang terakhir adalah PP yang baru terbit ini, harusnya mampu menopang pembangunan dan menghilangkan setiap bentuk kemiskinan, karena sejatinya Pemerintah Aceh mampu mensejahterakan masyarakatnya, ini ditandai dengan postur anggaran yang lumayan besar. Namun faktanya ternyata dana-dana tersebut belum terkelola dengan benar. Tentu ini sangat disayangkan karena Aceh belum mampu mengelola dana yang begitu besar.

Hasil akhir dari ke-urangcermatan pemerintah Aceh mengelola pemerintahan dan keuangan secara baik maka dipastikan Aceh terus stagnan, bila tidak disebut mundur. Masyarakat Aceh saat ini berharap akan adanya langkah konkret dari Pemerintah Aceh, terutama dalam bidang pengembangan perekonomian dan kesejahteraan. Lahirnya KEK Arun Lhokseumawe setidaknya menjadi salah satu pilihan sertaharapan untuk membawa Aceh menuju jalan kesejahteraan.

Untuk itu diperlukan sentuhan tangan-tangan yang arif dan bijaksana dari kepala pemerintah Aceh saat ini untuk menjembatani kepentingan Aceh dapat terlaksana dengan baik. Memberikan kesempatan dan peluang kepada seluruh lapisan masyarakat untuk ikut berpatisipasi dalam perencanaan, pelaksanaaan dan pengendalian pembangunan, serta menikmati hasil-hasil pembangunan secara merata dan berkeadilan. Semoga!

==============
Yusrizal, S.H., M.H., Ketua Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh (Unimal) Lhokseumawe. Email: yusrizal_mh@yahoo.com


EmoticonEmoticon

:)
:(
hihi
:-)
:D
=D
:-d
;(
;-(
@-)
:o
:>)
(o)
:p
:-?
(p)
:-s
8-)
:-t
:-b
b-(
(y)
x-)
(h)

Artikel Pilihan